Archive for Science and stuff

Water Footprint, konsep penelusuran jejak kaki air

Tanggal 22 Maret ditetapkan sebagai Hari Air Sedunia. Berbagai kegiatan dilakukan untuk mengangkat isu mengenai air dan permasalahannya dalam rangka memberikan penyadaran kepada masyarakat luas. Sementara itu, apakah kita sudah melakukan sesuatu untuk berkontribusi terhadap masalah kelangkaan air yang terjadi di berbagai daerah saat ini? Dalam kehidupan sehari-hari, apakah kita pernah menghitung konsumsi air kita setiap hari? Atau jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi makanan atau barang yang biasa kita konsumsi sehari-hari?

Air sendiri merupakan sumber daya alam yang dianggap melimpah dan tidak akan pernah habis. Tetapi, pada kenyataannya terutama seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, banyak masyarakat kesulitan air dan beberapa daerah mengalami kekeringan. Kelangkaan air juga memicu berbagai konflik sosial, misalnya antara masyarakat dan sektor industri yang diakibatkan karena tidak meratanya distribusi air tawar. Beberapa peneliti mengungkapkan, bahwa bila pola konsumsi air saat ini tidak segera diubah menuju ke arah yang lebih berkelanjutan, kelangkaan air akan terus terjadi dan meluas di berbagai negara di seluruh dunia. Karena keadaan tersebut, beberapa konsep muncul sebagai respons akan masalah ini, salah satunya konsep Water Footprint (WF).

Water footprint (WF) adalah suatu konsep yang digunakan untuk melacak jumlah air yang dipergunakan oleh seseorang, suatu komunitas dan bisnis tertentu ataupun yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk. Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh Prof. A.Y. Hoekstra dari University of Twente  pada tahun 2002 sebagai suatu indikator dari penggunaan air. Konsep WF ini meliputi dimensi waktu dan ruang yang berkaitan dengan kapan dan dimana air itu digunakan. Informasi dari water footprint suatu produk ataupun suatu komunitas akan membantu kita memahami bagaimana caranya mencapai keberlanjutan dan pemerataan dalam penggunaan sumber daya air tawar.

WF dari suatu produk mengindikasikan jumlah air yang terkandung di dalam produk tersebut, tidak terkandung dalam makna sebenarnya, tetapi secara virtual. Diartikan secara virtual karena menunjukkan total air yang digunakan pada seluruh proses produksi produk tersebut yang meliputi jumlah air hujan (green water footprint), air permukaan dan dalam tanah (blue waterfootprint) dan juga air yang diperlukan untuk mengolah limbah dari produk tersebut (grey waterfootprint). Sebagai contoh, untuk memproduksi sebuah kemeja katun, mulai dari proses penanaman kapas, pemanenan, penggilingan, pembuatan benang, dan seterusnya, water footprintnya adalah sebesar 2500 liter. Selain itu, beberapa contoh jumlah WF dari produk lainnya yang biasa kita konsumsi sehari-hari diantaranya adalah sebagai berikut:

WF dari produk-produk tersebut dihitung dengan menghitung jumlah air yang digunakan dalam seluruh proses produksinya. Dengan adanya penemuan hasil WF beberapa produk yang biasa kita konsumsi sehari-hari tersebut, kita juga dapat menghitung berapa sebenarnya WF kita dalam 1 hari, 1 minggu,  1 bulan, ataupun 1 tahun. Selain itu, kita juga dapat menghitung total WF dari suatu provinsi dan suatu negara per kapita, bahkan kita dapat memperkirakan WF secara global dari semua negara di seluruh dunia.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata jumlah WF dari seluruh manusia di dunia adalah 1240 m3 m3/kapita/tahun. Kenyataannya, beberapa negara mempunyai WF yang lebih tinggi dari WF rata-rata dunia, misalnya WF dari Amerika Serikat adalah 2480 m3/kapita/tahun, Iran sebesar 1624 m3/kapita/tahun) dan WF dari Indonesia adalah 1317 m3/kapita/tahun.

Berbagai variasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penduduk di Amerika memiliki WF yang tinggi ternyata karena penduduk di negara ini mengkonsumsi daging yang banyak (satu kilogram daging membutuhkan 16.000 liter air). Sedangkan kebanyakan penduduk Indonesia menggunakan konsumsi airnya kebanyakan untuk produksi produk-produk pertanian. Di sisi lain, Iran memiliki WF yang tinggi bukan karena hasil pertanian ataupun konsumsi daging yang tinggi melainkan karena faktor cuaca (evaporasi air yang tinggi) di negara ini, yang sangat berpengaruh dalam menentukan water footprint-nya.

Data-data mengenai WF dari setiap penduduk di berbagai negara ini memberikan gambaran bagaimana besarnya konsumsi air dari semua orang di seluruh dunia. Hal ini juga memberikan kesadaran kepada kita semua untuk mulai berpikir bagaimana caranya mengurangi konsumsi air kita, sehingga ikut berkontribusi dalam pemerataan penggunaan air di seluruh dunia.

Mengurangi water footprint dapat dilakukan melalui beberapa cara. Misalnya, untuk mengurangi WF dalam suatu proses produksi dapat dilakukan dengan mengadopsi teknik produksi yang membutuhkan air yang lebih sedikit dari setiap unit produksinya. Lalu, produktivitas air dalam praktik agrikultural juga dapat ditingkatkan dengan mengaplikasikan teknik yang lebih maju seperti rain water harvesting dan irigasi suplementer. Sementara itu, pengurangan water footprint dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan adalah mengubah pola konsumsi kita menjadi pola yang membutuhkan lebih sedikit air, misalnya dengan mengurangi konsumsi daging dan barang-barang tertentu yang ternyata membutuhkan banyak air dalam proses produksinya. Pendekatan yang lain bisa dilakukan adalah dengan adanya pemberian harga yang tepat terhadap barang-barang yang membutuhkan konsumsi air yang tinggi, peningkatan kesadaran (publikasi, dll), dan pemberian label atau produk atau pemberian insentif sehingga orang dapat mengubah pola konsumsinya.

Selain itu, pengurangan juga dapat dilakukan dengan memindahkan produksi dari daerah yang mempunyai tingkat produktivitas air yang rendah ke daerah yang memiliki tingkat produktivitas air yang tinggi sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air secara global. Cara seperti ini belum dilakukan secara luas seperti cara-cara sebelumnya, tetapi salah satu contoh adalah seperti yang sudah dilakukan adalah oleh negara Jordania yang mengeksternalisasi WF-nya dengan mengimpor produk gandum dan beras dari USA, karena negara ini mempunyai tingkat produktivitas air yang lebih tinggi daripada negara Jordania.

Water footprint saat ini telah berkembang menjadi alat analisis yang digunakan untuk mengarahkan perumusan kebijakan kearah isu-isu mengenai keamanan air dan penggunaan air yang berkelanjutan. Beberapa penelitian mengenai Water footprint (WF beras organik dan WF rami) di Indonesia juga telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa dari Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran. Semoga dengan berkembangnya konsep semacam ini, pemerataan penggunaan sumber daya air dapat terjadi dan masalah kelangkaan air dapat teratasi.

5 Februari 2012

jovianiastari-

Seperti dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, 31 Maret 2011.

Comments (1) »

SenterNovem, Agentschap NL, an efforts towards sustainability..

Menarik dan luar biasa, itulah salah satu ungkapan yang bisa saya katakan ketika membaca mengenai apa SenternNovem dan Agentschap NL ini. SenterNovem sendiri adalah sebuah agensi dari kementerian ekonomi di Belanda, dan memiliki tugas mengimplementasikan kebijakan pemerintah pada area teknologi, energi dan lingkungan, exports, dan kerjasama internasional. Selain itu Agentschap NL adalah agensi yang merupakan bagian dari kementerian ekonomi, agrikultur dan inovasi. SenterNovem saat ini merupakan bagian dari Agentschap NL.

Lalu apa yang menarik dari agensi ini?

Agensi ini merupakan Agensi yang bertugas untuk mengimplementasikan sustainable public procurement yang memasukkan aspek lingkungan dan sosial ke dalam berbagi fase ataupun berbagai proses tender dan usaha yang didanai oleh dana publik. Misalnya, dalam aspek lingkungan, menganalisis bagaimana prooyek tersebut dampaknya terhadap lingkungan, konsumsi energinya, penanganan limbahnya, dan berkaitan dengan aspek sosial, misalnya hak pekerja dan juga fair trade.

Saya terkagum, karena agensi ini berada di ranah pemerintahan, dan hal ini sesuai dengan tujuan nasional negara Belanda (bersama dengan pemerintah lokal dan regional) yang menginginkan stimulasi produk berkelanjutan di pasaran, misalnya dengan membeli barang dan jasa yang sustainable. Setiap tahunnya pemerintahan ini menghabiskan 50 milyar euro untuk penyediaan barang dan jasa. Bila semua pemerintahan publik menggunakan produk yang berkelanjutan, bisa dibayangkan akan mem-boost pasar dalam produk sustainable ini. Dalam prakteknya, mereka menggunakan kriteria keberlanjutan dalam semua tender proyek dan juga menentukan jaminan terhadap hasilnya.

Bila keinginan untuk meraih “sustainable development” ataupun mengusahakan berbagai kegiatan yang tetap “environmentally friendly” ini dimulai dari ranah pemerintah sendiri, saya yakin hal ini dapat merangsang pasar non publik untuk mengembangakannya. Suatu konsep yang patut dicontoh. Semua dimulai dari diri sendiri..mungkin itu yang ada di pikiran mereka ketika ingin menerapkan hal ini. Menggaet pasar dengan memberikan contoh yang baik..

Saya berpikir kembali,  kapan ya Indonesia bisa seperti ini? 🙂 One day..I always hoping..

19072011

jovianiastari-

Leave a comment »

Di balik transaksi Microsoft dengan Skype (Pandangan seorang pengguna)

Di sela-sela mengerjakan beberapa bahan pekerjaan baru yang saya dapatkan, kebetulan saya membaca berita tentang Microsoft yang membeli Skype senilai 8.5 juta dollar Amerika. Saya yang tidak terlalu mendalami bidang teknologi ataupun strategi bisnis mereka dalam hal ini (tetapi merupakan orang yang sangat membutuhkan Skype sebagai sarana komunikasi) penasaran mengenai apa tujuannya Microsoft membeli Skype, dan apa nantinya dampak terhadap pengguna Skype selama ini.

Setelah browsing (seperti biasa) ternyata ada beberapa rencana yang akan dilakukan Microsoft dengan membeli media komunikasi video dan suara yang sangat digemari banyak orang ini. Seperti disebutkan salah satu media, dengan terjaringnya Skype dalam genggaman perusahaan Software yang besar, diharapkan akan meningkatkan kompetisi masyarakat dalam berkomunikasi di seluruh dunia, seiring adanya proses pergeseran dari komputer dekstop.

Peluang?

Steve Ballmer, bos dari Microsoft dengan berapi-api menyatakan:

By bringing together the best of Microsoft and the best of Skype, we will empower people around the world with new technologies that should bring them closer together.

Mereka juga berencana berusaha mem-potensialkan adanya video chat antara pemain game dalam piranti Microsoft Xbox, Komunikasi suara melalui internet antara asosiasi bisnis melalui program email Outlook, ataupun konferensi video mobile melalui Windows Phone.

Market yang ada begitu menjanjikan dengan adanya kombinasi Skype, yang mempunyai 170 juta user yang aktif dan 207 milyar menit komunikasi suara dan video dengan servisnya dengan produk-produk Microsoft yang ada saat ini (Wall street Journals). Misalnya dengan adanya Skype pada Xbox 360 dan perangkat Kinect motion sensing, akan membuat para gamers untuk melihat wajah mereka ketika mereka sedang bermain. Begitu pula integrasi skype dengan telefon Windows 7-nya (yang juga merupakan sistem operasi dari Handphone Nokia, dan Microsoft sebagai aliansinya) akan memberikan posisi yang kuat bagi Microsoft dalam berkompetisi dengan rivalnya.

Balmerr juga menjanjikan bahwa Skype tetap tersedia bagi para pengguna non-microsoft, seperti beberapa sistem operasi mobile yang dibuat oleh Google dan Apple yang secara bersamaan berkompetisi dengan Windows Phone-nya.

Terjadinya transaksi ini dilihat sebagai kerjasama “komplementer” oleh beberapa analis. Microsoft sangat kuat dalam mengusahakan pasar dan bertahan lebih kuat. Di sisi lain, Skype mempunyai kekuatan dalam sisi konsumennya dibandingkan dengan pasar bisnisnya itu sendiri.

Tantangan?

Berdasarkan amatan salah satu ekonom, meskipun transaksi ini dilihat sebagai kesempatan besar bagi Microsoft dan Skype, bila melihat kenyataan bahwa orang-orang sebetulnya tidak terlalu memberikan perhatian terhadap berbagai iklan adan penawaran ketika melakukan video call, meskipun seahli apapun tim marketing Microsoft yang melakukannya. Perusahaan ini harus mampu memunculkan penawaran yang menakjubkan untuk mempengaruhi orang-orang yang selama ini telah dikondisikan mendapatkan servis yang menkjubkan tanpa harus merogah kocek dalam-dalam dari dompet mereka.

Intinya?

Setelah pencuatan di publik, tidak ada keraguan bahwa semua ini adalah untuk meningkatkan pendapatan mereka. Beberapa ekonom memperkirakan bahwa Microsoft ingin dilihat sebagai “rumah” untuk mendinginkan para kosumen teknologi, dan dengan memiliki skype juga akan memberikan kredibilitas kepada mereka sebagai sarang dari edgy innovator dan juga menjadi bigger player dalam servis internet dan komunikasi mobile. Microsoft juga berharap untuk membuat video chats pada Skype se”biasa” orang-orang seperti biasanya mereka Log in pada Facebook dan instant messaging yang ada saat ini.

Sebagai pelengkap, perkembangan Skype dari awal keberadaannya serta diskusi mengenai hal ini bisa dilihat di History of Skype dari Wall street journal dan juga video berikut:

Vodpod videos no longer available.

Okey…Bagaimanapun strategi mereka, saya sebagai konsumen berharap fasilitas yang diberikan Skype selama ini akan tetap ada atau bahkan menjadi lebih baik, mudah dan terdepan, tanpa harus merogoh saku. Selama ini saya akui nyamannya dalam berkomunikasi menggunakan Skype, serta kemudahan dalam berkomunikasi jarak jauh. Semoga tetap bisa seperti itu (atau lebih baik tentunya)!!

Cheers,

jovianiastari

11/05/2011


				

Leave a comment »

Bagian 2. “PEMBANDING” yang dapat mempengaruhi keputusan kita! (alasan dan solusi)

Seperti yang telah diceritakan sebelumnya pada Bagian 1 dari tulisan ini..sebetulnya, mengapa pembanding tersebut dapat mempengaruhi keputusan kita, dan bagaimana kita harus menghadapinya?

WHY?

Dan Ariely menjelaskan dalam bukunya tentang “behavioral economics”, dan ketiga contoh yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan relativitas. Selanjutnya, mari kita perhatikan gambar di bawah ini:

Annisa's doc diadopsi dari Predictably Irrational

Seperti yang kita lihat dari gambar di atas, lingkaran bulat berwarna biru tua itu terlihat tidak sama ukurannya, bukan? Bila kita menempatkannya diantara lingkaran kecil, lingkaran biru tua ini akan terlihat besar, sedangkan bila kita menempatkannya diantara lingkaran besar, lingkaran biru tua ini akan terlihat sangat kecil.

Hal inilah yang menjelaskan segalanya!! bahwa kita selalu melihat sesuatu dengan pembanding diantara kita. Kita tidak dapat mencegahnya! Hal ini tidak hanya terjadi pada benda-benda fisik. Tetapi juga  pada hal lain, misalnya pilihan mengenai liburan, pendidikan, dan sesuatu yang tiba-tiba seperti emosi, kelakuan, dan cara pandang. Kita selalu membandingkan pekerjaan kita dengan pekerjaan orang lain, liburan kita dengan orang lain, pasangan kita dengan pasangan orang lain, rumah kita dengan rumah orang lain.

HOW THEN?

Ternyata kita dapat mengontrol lingkaran yang ada di sekitar kita, memindahkannya agar berada diantara lingkaran-lingkaran yang lebih kecil yang dapat mem-BOOST kebahagiaan kita. Misalnya, bila kita berada di suatu acara reuni, dan berada diantara “Lingkaran Besar”, yang dengan santainya membicarakan mengenai tingginya gaji mereka, kita dapat menarik langkah dan berbicara dengan orang lain. Bila kita sedang memilih rumah atau mobil, kita dapat mengabaikan pilihan-pilihan yang berada jauh di atas kemampuan kita.

Selain itu kita juga dapat mengubah cara pandang yang sempit menjadi lebih luas, Misalnya ketika kita menemukan sebuah pensil yang unik seharga Rp. 25.000 rupiah, lalu kita ingat kalau kita pernah melihatnya di toko lain dan ternyata sedang diskon menjadi seharga Rp. 18.000, tetapi tokonya agak jauh, dan kita harus berjalan 15 menit untuk menuju kesana. Lalu apa yang terjadi? Kebanyakan orang akan memilih untuk berjalan 15 menit dan menghemat Rp. 7000,– untuk pensil tersebut.

Contoh yang kedua, adalah ketika kita berencana membeli satu buah gaun untuk acara pernikahan sahabat kita. Kita menemukan sebuah gaun putih cantik seharga Rp. 855.000, tetapi ada pelanggan lain yang berbisik, kalau di toko lain, baju tersebut sedang di-korting hingga harganya menjadi Rp. 848.000, dan tokonya hanya 15 menit dari sini. Apakah kita akan membeli di toko tersebut yang sedang men-diskon baju tersebut? Dalam banyak kejadian, kebanyakan akan mengatakan tidak.

 

Lalu apa yang terjadi disini?

Dua-duanya sama-sama akan menghemat Rp. 7000 bila kita berjalan lebih jauh 15 menit.

Tetapi mengapa kebanyakan orang akan melakukannya untuk sebuah pensil, tetapi tidak untuk gaun yang harganya mahal.

Inilah masalah dari RELATIVITAS!

Rp. 7000 dari sebuah pensil lebih kita perjuangkan, karena pembandingnya kecil. Sedangkan Rp. 7000 tidak terlalu masalah dikorbankan untuk gaun tersebut karena pembanding harganya besar (persis seperti teori lingkaran biru di atas).

Ketika kita membuat keputusan berdasarkan kepentingan relatif, dan membandingkannya dengan alternatif lainnya yang ada. Hal ini jugalah yang terjadi ketika kita harus menambah harga Rp. 1.000.000 dari total catering Rp. 30.000.000 dari suatu acara pesta pernikahan, tetapi di sisi lain orang akan berpikir lebih panjang ketika harus menambahkan Rp. 1000, dari semangkuk bakso seharga Rp. 5000.

Padahal apabila kita berpikir lebih jauh, kita dapat berpikir bahwa uang sebanyak 1 juta rupiah tersebut dapat kita manfaatkan untuk membeli salah satu alat elektronik setelah menikah nanti. Tetapi berpikir seperti ini sangatlah sulit, dan merupakan hal yang alami bila kita memberikan penilaian relatif terhadap sesuatu.

Ada satu cerita yang dapat kita contoh, yaitu ketika seorang pengusaha besar berusaha “memecahkan lingkaran besarnya” menuju lingkaran yang lebih kecil. Tentu saja pengusaha ini memiliki banyak uang dan mampu membeli mobil apa yang disukainya. Tetapi ketika dia memiliki mobil BMW seri terbaru. Dia kemudian menjualnya dan mengganti mobilnya dengan city car Jazz. Mengapa? Pengusaha ini lalu berkata, bila saya punya BMW, maka nanti di kemudian hari saya ingin menggantinya dengan Mercedes Benz tipe terbaru, lalu kemudian Ferrari, tidak akan pernah ada habisnya keinginan kita.

Dan inilah yang kita pelajari. Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak pula yang kita inginkan. Karena itu pada akhirnya kita juga lah yang harus memutus siklus tersebut.

(Semua tulisan ini adalah hasil pengungkapan kembali setelah membaca buku Predictably Irrational, The Hidden Forces that Shape Our Decisions, oleh Dan Ariely).

Semoga bermanfaat!

10/02/2011

-jovianiastari-

Comments (2) »

Bagian 1.“PEMBANDING” yang dapat mempengaruhi keputusan kita! (contoh kasus)

Saya bukanlah orang yang ahli dalam bidang ekonomi, tetapi hal ini benar-benar menarik perhatian saya karena begitu dekat dengan apa yang kita alami sehari-hari!!!

Bila kita dihadapkan pada beberapa pilihan, pastinya kita bingung dan akan memilih yang terbaik untuk kita, dan kebanyakan dari kita juga sering tidak tahu sebenarnya apa yang kita mau. Misalnya, ketika kita menginginkan untuk membeli sebuah handphone, kita tidak akan tahu handphone seperti apa yang kita mau, sampai kita melihat seseorang memakainya, dan melihat begitu canggihnya handphone tersebut. Kita tidak tahu sebetulnya speaker seperti apa yang kita mau, sampai kita mendengar satu set speaker yang ternyata suaranya lebih baik dari speaker sebelumnya. Bahkan kita terkadang tidak tahu apa yang sebenarnya kita akan lakukan dalam hidup kita, sampai kita menemukan saudara atau teman yang melakukan sesuatu yang ternyata kita pikir harus kita lakukan. Intinya, SEMUA ITU BERKAITAN, dan ada suatu PEMBANDING!

Saat saya membaca buku “Predictably Irrational” karya Dan Ariely, saya terkagum, karena buku yang ditulis oleh Professor dari Duke University ini mengungkapkan berbagai macam eksperimen, yang pada mulanya sebenarnya berasal dari pertanyaan sederhana, seperti:

Mengapa kita sering membeli sesuatu yang sebetulnya tidak kita butuhkan, atau

Mengapa kita masih mengalami sakit kepala jika kita memakan obat yang harganya murah, tetapi sakit kepala tersebut cepat hilang ketika kita sudah memakan obat dari dokter (yang biasanya harganya lebih mahal).

Menurut penulisnya, buku ini diharapkan akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dan akan berimplikasi pada kehidupan pribadi, pekerjaan, dan cara pandang kita terhadap lingkungan sekitar.

Satu hal yang dibahas dalam buku ini adalah mengenai adanya suatu “keterkaitan yang erat akan sesuatu” , dan bagaimana suatu pembanding dapat mempengaruhi keputusan yang kita ambil secara alami. Untuk lebih jelasnya, contoh kasus berikut akan memberikan gambaran.

1. Dalam suatu iklan di internet, yang berkaitan dengan berlangganan majalah, ada beberapa pilihan sebagai berikut:

Bila kita melihat pilihan di atas, tentu kita akan sangat tergoda untuk memilih pilihan terakhir (versi cetak dan online) bukan? Karena siapa yang mau membeli versi cetak saja, bila yang ditawarkan versi cetak plus online ternyata harganya SAMA!

Tapi mengapa pihak penjual memasang harga seperti itu? Apakah itu sebuah kesalahan? Tentu saja tidak, hal tersebut pastinya sudah melalui proses editing oleh para redaksi. Dan pastinya bagian marketing mengetahui bagaimana tabiat konsumen mengenai hal ini: bahwa kita selalu melihat segala sesuatu berdasarkan tingkatan, dimana ketika ada yang lebih menguntungkan dari yang lain, kita dapat memperkirakannya. Karena adanya tiga pilihan ini, konsumen akan cenderung memilih yang terakhir, yang tentu saja akan sangat menguntungkan penjual. Tiga pilihan ini dimaksudkan agar konsumen sama sekali tidak melirik pilihan pertama, karena dengan adanya pilihan ketiga, maka akses online menjadi GRATIS!

Dari suatu eksperimen mengenai tiga pilihan ini, didapatkan hasil bahwa 16% memilih pilihan pertama, 0% memilih pilihan kedua, dan 84% memilih pilihan ketiga.

Coba kita bandingkan dengan pilihan berikut ini:

Kali ini, orang akan ada yang cenderung memilih pilihan pertama ataupun yang kedua. Dari suatu eksperimen di dalam buku ini, bila dihadapkan pada dua pilihan seperti ini, 68% memilih pilihan pertama, dan 32% memilih pilihan kedua. Bandingkan hasilnya dengan eksperimen pertama. Betapa jelasnya suatu PEMBANDING akan mempengaruhi pilihan kita.

Untuk lebih jelasnya, kita akan melihat contoh lain.

2. Seorang salesman menawarkan televisi pada kita, dan dalam displaynya kita melihat pilihan sebagai berikut:

Salesman ini tahu, bahwa konsumen sulit untuk menghitung nilai dari barang-barang yang ditawarkan ini (kita tidak tahu jelas apakah TV Samsung 50 inch lebih baik daripada TV Sony 42 inch). Salesman ini lalu menaruh barang yang ingin banyak dijualnya di tengah-tengah. Salesman ini juga tahu, bahwa dengan ada 3 pilihan, kebanyakan orang akan cenderung memilih yang berada di tengah-tengah. Terbuktikah?  Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, terbukti kebanyakan orang memilih barang yang berada di tengah tersebut.

3. Hal ini juga berlaku di beberapa toko atau restoran. Beberapa menu daging misalnya, baik itu dimasak ala Eropa atau Indonesia, (yang tetap saja menggunakan daging dengan harga per kilogram yang sama), dapat diberi harga yang cukup mahal untuk maslan Eropa misalnya. Dengan menuliskan beberapa makanan di menu dengan yang sangat mahal, hal ini dapat menaikkan pendapatan, meskipun tidak akan ada yang membeli makanan tersebut. Ini dikarenakan konsumen tetap akan membeli makanan dengan harga kedua termahal (dengan pembanding harga yang paling mahal tersebut), yang notabene akan menaikkan pemasukan (dan membuat restorannya tetap laku!)

Mengapa dan harus bagaimana dengan hal ini?

Bersambung….

10/02/2011

-jovianiastari-


Comments (1) »

Review: The story of stuff

Mungkin sudah banyak yang menonton video ini, The Story of Stuff oleh Annie Leonard ataupun sudah membaca bukunya. Saya pribadi selalu mengingatnya (pertama kali melihat video ini ketika dikenalkan dalam salah satu materi kuliah Environment Technology, dan keluar sebagai salah satu soal ujiannya..:P), karena setelah melihat video ini, setidaknya membuat saya mengerem keinginan membeli barang-barang yang sebetulnya mungkin tidak terlalu perlu.

Video ini menyadarkan kita, ketika membeli suatu barang, banyak hal terlibat di dalamnya, berkaitan dengan proses produksinya, yang mungkin kita tidak tahu darimana asal bahan baku dari barang yang kita beli, apa saja zat-zat yang terkandung di dalamnya, apa limbah yang dihasilkan, dan sebagainya. Selain itu, kita terkadang terbius dengan berbagai macam barang yang membuat kita nyaman, sehingga kita menghabiskan waktu untuk berbelanja dan asyik dengan barang tersebut, sehingga waktu interaksi dengan kehidupan sosial kita menjadi berkurang! Kita memang terbiasa membeli dan memiliki suatu barang, dan sekarang, barang-barang tersebut “menguasai” kita. Berbagai media dan iklan yang membius dan membuat kita terus..terus..dan terus berbelanja. ”Sebetulnya, bukannya kita tidak boleh membeli barang-barang tersebut, tetapi bagaimana kita harus lebih menghargai barang-barang tersebut, karena barang-barang tersebut dibuat oleh orang lain, diproduksi, limbah yang dihasilkan akan dibuang ke alam”, salah satu pernyataan Annie Leonard, dalam wawancaranya dengan media TV.

Dua hal menarik yang diungkapkan dalam video ini adalah mengenai dua strategi yang digunakan oleh aktor-aktor industri untuk memasarkan barangnya, dan terus meraup keuntungan, yaitu planned obsolescence dan perceived obscolence. Planned obsolescence adalah cara yang digunakan dengan memproduksi barang-barang yang memang masa gunanya dibuat habis secepat mungkin, sehingga kita akan cepat membuangnya dna membeli yang baru. Hal ini terlihat jelas dalam penggunaan gelas kertas, kantong plastik, dan bahkan saat ini beranjak kepada barang-barang yang lebih besar, seperti kamera, pengepel lantai, dan sebagainya. Perceived obsolescence adalah cara lain untuk meyakinkan kita, bahwa kita haruslah membuang barang yang jelas masih sangat berguna, dan hal ini dikarenakan adanya perubahan zaman misalnya yang mengakibatkan perubahan mode, sehingga apabila kita memakainya akan terkesan “kuno”. Iklan-iklan dan mode adalah salah satu bentuk perceived obsolescence yang berhasil membuat konsumerisme manusia meningkat.

Tingkat konsumerisme yang semakin tinggi memang mengkhawatirkan, karena itu, semoga dengan adanya salah satu video animasi dan buku yang ditulis oleh Annie ini dapat membuat kita mempertimbangkan kembali pola hidup dan konsumsi saat ini. Alam, penduduk lokal, dan diri kita sendirilah yang akan menjadi “korban” dari konsumerisme tersebut. Dengan sedikit lebih bijak dalam membeli sebuah barang, kita dapat memberikan kontribusi terhadap berbagai kegiatan seperti pengurangan pemanasan global, minimasi energi, produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, serta pengurangan zat-zat toksik dari barang tersebut.

Enjoy the watch then, and lets contribute for sustainable living!

170111

jovianiastari-

Comments (1) »

Never too late.. Case Study: Birds

Studying about bird? About the abundance, population and behavior of birds or etc? That is the most boring thing for me when I was in my college. There is a lecture about how to observe bird behavior and about how to measure the abundance of bird. I was not paying so many attentions for that. Some of my senior and colleague is very like that field, they very intense to do birth watching and also bird identification or bird banding. Sometimes, my senior was joined bird race, and they won. I admire their love to that field, and they consistency to do what they loved, thus results in something.

Now, after I read about the some information related to the source for my thesis. There are so many things about the importance of the abundances of birds, for instance in the Sustainable development in the EU: monitoring report (2009) of the EU sustainable development strategy. It is defined that the abundance and diversity of common birds is a headline indicator of the ‘natural resources’ theme. It is shown that the index for all common birds has remained relatively stable, although the number of farmland birds declined unfavorably between 2000 and 2006. This indicates that the EU is still not on track to halting the loss of biodiversity by 2010. Indeed that bird has significant potential to be ecological, economic and social indicators of sustainability. The relation between bird and ecosystem is very tight, birds can have an impact to insect densities, and it is shown that the predation of birds had significant and positive effects on tree growth, in response; the birds can indicates the healthy forested ecosystem. Moreover, there is a strong ecological and economic reason for sustaining healthy bird populations. The birds can give value to the ecosystem from the ecosystem services, the increased value from the trees from higher growth rates, or other economic values such as the recreational and aesthetic value of the birds. Birds integrate many structural and functional aspects of the forest ecosystem, so understanding bird populations is a link to understanding forest ecosystems. This is also one reason that birds have often been suggested as indicators or monitors of healthy forest ecosystems (Furness and Greenwood 1993).

Simultaneously with the promotion of biofuel nowadays and the relation with the deforestation, birds represent an important indicator for sustainable biofuel plantation. The biofuel plantation have so many criticism regarding the results in a transformation of species-rich habitats such as tropical rainforests in biodiversity hotspots, that for sure have the high abundance of birds. From one of research published by Fletcher et al. (2010), the vertebrate diversity and abundance including birds, are generally lower in biofuel crops habitats relative to the non-crop habitats that these crops may replace. In consequence, the High Conservation Value (HCV) assessment for biofuel plantation is very important to assess the area that will use for biofuel plantation is contain a high biodiversity or not.

How to minimize the impacts?

Some approach could be applied practically such as good management practices that reduce chemical inputs, increase heterogeneity within fields, and delay harvests until bird breeding has ceased. This can be one effort toward sustainable biofuels in addition to any other effort such as development of the criteria for evaluating biofuel crops and cost benefit analysis of potential land-use change. It is also revealed that to improve the conditions for a high biological diversity in farmland, the agricultural policy and subsidies must be stronger focused on the protection of species, habitats and landscape. From the entire source that I read about birds and sustainability, especially the function for rainforest and biofuel, on the one hand I have regretted my past life when I was in college. There is many opportunities for me to study about that field. Many NGO, such as Bird Conservation (Bicons) offered so many benefits about many interesting thing about birds, and most of the member is my colleague from my faculty. On the other hand, it has never been late for study something that we did not know before. When I realize the importance to study about this field, now it is the time to study more, to read, ask and discuss with someone more expert about this field. Studying is about added your knowledge more and more about enlarge your brain branch to some other location and make it as biggest as you can. We can start from a very small point or small thing. There is no limitation for study about new thing. There is always a chance for human to added more knowledge for themselves to increase the utility of themselves as well.

-jovianiastari-

190510

Leave a comment »

New World..

Getting more confuse with what I want to do with my proposal. Issue related to what data, secondary or primary. Many approach that suggested from my supervisor and paper to read. Anyway, switch from my first proposal about something more practical and related to water, the aspect that I really like to study because I realize that water is very important resource for human living. Now, I just enjoy all my reading, all of my new information about sustainability of biofuel and many conflicts behind it. The one that interesting is after I read some journal yesterday about the ethical thinking of biofuel. In this paper discussed the issue about food versus fuel. There is thought about biofuel, consideration to differ what aspect is human, and non-human, therefore will have different treatment. For instance, “It is better not saving nature and forest if people could not eat”. This mindset pops up because community especially poor people are suffered since the ramp production of biofuel cause the increase price of the food. In this case, poor people do not have power to protest or give their opinion because the politic issue in this field is very strong. Because of this poor people does not have power, sometimes they were treated as a non-human, and their opinion and condition are being ignored.

The main aim for biofuel itself to save nature is getting more bias, because the research now proven that biofuel does not give significant number of green house gas reduction, and the denudation of forest and nature are going on together with the increase of demand in biofuel in the world. From this case, seems it is very important to develop the solution of sustainability production of biofuel. However, the definition about sustainability itself should be clearly determined, because it is difficult to implement the sustainability if the scope is too broad. In my mind, I still remember what my lecture always said about the concept of sustainability that is the balance or the equity among three pillars and three actors including economical, social, and environmental scope and government, private and civil society roles. I am interesting of one concept that published by one writer from Rock Ethics Institute. In this paper defined the principles of distributive justice that require that the benefits and burdens of biomass production be distributed fairly across stakeholder. Many possible impacts brought by production of biofuel related to human health should be revealed from cradle to grave whole production chain in biofuel. On the other hand, the economic and social benefit should be well distributed linked to this production.

For the environmental aspect, the effort to build sustainability basic in this production area related to all decision from management, government and stakeholder. When government or industry itself decided to open the land for biofuel production, they have to weighed benefit and risk towards that decision. How about Indonesia itself? What is the basic of Indonesia government to make decision to open land for biofuel, or what is the consideration of government of Indonesia to give permit to biofuel industry to operate in certain area, which probably is the high conservation value area? Does government allow the biofuel industry if the waste of biofuel will directly thrown away to the river which very risky for the quality of freshwater and groundwater?

This is remaining in my mind..Now..I have to search deeper into this field. Maybe after I found the answer, there is more insight behind this biofuel production. Welcome to the new world for myself. Nevertheless, I am happy to enter it. Everything sounds very complex, but still interesting.

jovianiastari-

Leave a comment »

Apakah Gajah Berlari atau Berjalan?

Binatang besar , berbelalai, yang di kebun binatang akan sering kita beri kacang rebus (itu contoh di kebun binatang Bandung dan Ragunan, maklum tidak pernah berkunjung ke kebun binatang lainnya..:)), sering kita perhatikan dan kita tunggangi, dan gajah kadang berjalan sangat lambat, dengan bobot badannya yang sangat besar tentunya..Tapi apakah kita tahu apakah gajah tersebut berjalan atau berlari?

Beberapa peneliti dari Stanford menghabiskan waktu 6 tahun untuk meneliti hal ini, yang dimulai dari keingintahuan dan sebetulnya adalah pertanyaan yang sangat sederhana, yaitu apakah gajah dapat berlari?
Secara ilmiah, pada saat binatang berlari (secara klasik) adalah ketika semua kakinya tidak berpijak pada tanah pada saat yang bersamaan, seperti yang ditunjukkan oleh Edward Muybridge pada abad ke 19, yaitu pada saat kuda berlari, kuda mengangkat keempat kakinya secara simultan.

Bagaimana dengan gajah?
Ternyata, ketika peneliti menemukan bagaimana sendi bahu dan pinggul gajah ini bergerak dalam kecepatan tinggi, diketahui bahwa polanya mendekati pola berlari daripada berjalan. Meskipun mereka mendapat gambaran bahwa gajah itu berlari, tetapi mereka merasa belum dapat membuktikannya secara sempurna.

Dari BBC news, Jumat, 12 Februari 2010, diungkapkan bahwa para peneliti saat ini mempunyai satu jawaban, yaitu gajah dapat berlari dan berjalan dalam waktu yang bersamaan. Ternyata

Gajah dapat berlari dengan kaki depannya tetapi berjalan dengan kaki belakangnya.
Menarik sekali karena para peneliti ini dapat membuktikannya dengan menggunakan special track yang dibuat untuk mengukur secara tepat tekanan gerakan dari gajah dengan setiap berat dari jejak kaki gajah tersebut, dan mereka menelitinya dengan menggunakan objek berukuran 870 kg bayi gajah sampai dengan 4 ton gajah dewasa. Dapat kita bayangkan bagaimana berurusan dengan binatang-binatang besar ini..

Dengan membandingkan hasil pengukuran dari piringan pengukur gerakan sensitif gajah dengan bentuk dari setiap pijakannya, peneliti dapat melihat sekecil mungkin pergerakan yang dilakukan gajah. Hal ini memungkinkan mereka menghitung jumlah energi potensial (energi yang disipman) dan jumlah energi kinetik (energi yang digunakan pada saat bergerak), yang dihasilkan pada saat pergerakan. Dengan mengukur hubungan antara energi potensial dan kinetik inilah mereka dapat menentukan apakah gajah tersebut berjalan atau berlari.

Misalnya, pada saat berjalan, ketika binatang ini menaikkan kakinya dari tanah dan melakukan gerakan maju ke depan, gajah melakukan konversi dari energi potendial menjadi energi kinetik pada otot-ototnya. Ketika kakinya mendarat kembali, gajah kembali mengkonversi energi tersebut menjadi energi potensial, dan kembali lagi menjadi energi kinetik ketika gajah itu melangkahkan kakinya kembali, dan seterusnya. Tetapi hal ini berbeda ketika gajah berlari, karena pada saat berlari, energi potensial dan energi kinetik bergerak secara simultan. Professor Heglund menjelaskan, gaya berlari pada hampir kebanyakan binatang, adalah mekanisme bolak balik. Ketika gajah bergerak semakin cepat, energi kinetik dan energi potensial secara secara bergantian akan membentuk suatu pola tertentu. Tetapi bila kita teliti secara lebih detail, kita dapat melihat bahwa binatang tersebut seperti berlari dengan kaki depannya, dan berjalan dengan kaki belakangnya.

Dalam hal ini diumpamakan ketika gajah ingin berpindah dari berjalan ke berlari, gajah tidak bisa melakukan ini, seperti gajah tidak bisa memindahkan persenelingnya lebih tinggi ketika kita menyetir mobil.

-jovianiastari-

Leave a comment »

Precautionary principles, prinsip yang benar-benar harus diperhatikan

Pencetusan ide pemangkasan curug jompong sebagai salah satu upaya penanggulangan banjir di daerah langganan Bandung Selatan, belumlah jelas manfaatnya. Untuk itu sangat diperlukan ketelitian dalam mengambil keputusan. Disinilah prinsip kehati-hatian atau precautionary principles sangat diperlukan dalam menghadapi seusatu hal yang belum pasti akibatnya. Beberapa praktisi pemerintahan menganggap kalau dibutuhkan suatu solusi cepat untuk mengatasi masalah banjir yang sedang melanda ini, lalu kenapa pembahasan mengenai citarum tersebut hanya dilakukan ketika musim hujan tiba, padahal musim hujan hanyalah terjadi sekitar 4 bulan dibandingkan musim kemarau yang lebih panjang. Kenapa relokasi dan normalisasi tidak dilakukan saat musim kemarau?? Apakah semua itu sudah dipikirkan dampaknya?. Beberapa ahli lingkungan berpendapat kalau pemangkasan curug jompong hanyalah akan menambah masalah, karena tingkat erosi akan semakin tinggi, dan lumpur yang berasal dari hulu citarum akan terkumpul seluruhnya pada waduk saguling yang akan menyebabkan debit air di Saguling berkurang, dan listrik Jawa Bali akan tersendat.

Ketika musim kemarau banyak hal yang bisa dilakukan, diantaranya relokasi kawasan bandung utara yang juga merupakan daerah resapan air yang saat ini tidak berfungsi dengan baik. Padahal apabila kawasan bandung utara lebih diperhatikan untuk direvisi, maka tidak hanya bermafaat pada musim hujan,pada musim kemarau pun air akan melimpah karena daerah resapannya dapat berfungsi dengan baik. Mengapa pemerintah harus kalah oleh para investor yang hanya mementingkan keuntungan semata dengan membangun perumahan dan hotel-hotel di kawasan bandung utara.ketika penulis terakhir berkunjung ke daerah dago resort, tampak sebuah hotel megah yang sedang dibangun disana, dan tampakdeforestasi besar-besaran terjadi di sana. Masalah tidak akan pernah selesai nya dengan cara pemangkasan curug jompong. Carilah solusi yang bersifat sustainable meskipun hasilnya tidak langsung dirasakan, tetapi lama kelamaan akan terasa hasilnya, dan akan bersifat jangka panjang. Apakah kita terus menerus melakukan suatu kegiatan yang dianggap solusi padahal ternyata malah menimbulkan dampak yang lebih besar?berhati-hatilah, terapkanlah precautionary principle, libatkanlah ahli-ahli lingkungan yang berpengalaman, berintegrasilah seluruh daerah yang terlalui oleh DAS Citarum, apabila pemangkasan tersebut akan berdampak kepada berkurangnya aliran listrik Jawa dan Bali, maka pemerintah Jawa dan Bali pun harus peduli mengenai hal ini. Karena sesungguhnya kerusakan lingkungan yang terjadi pada saat ini adalah ulah manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab dan bertindak seperti menggali kuburannya sendiri.

-jovianiastari-

Comments (2) »