Tanggal 22 Maret ditetapkan sebagai Hari Air Sedunia. Berbagai kegiatan dilakukan untuk mengangkat isu mengenai air dan permasalahannya dalam rangka memberikan penyadaran kepada masyarakat luas. Sementara itu, apakah kita sudah melakukan sesuatu untuk berkontribusi terhadap masalah kelangkaan air yang terjadi di berbagai daerah saat ini? Dalam kehidupan sehari-hari, apakah kita pernah menghitung konsumsi air kita setiap hari? Atau jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi makanan atau barang yang biasa kita konsumsi sehari-hari?
Air sendiri merupakan sumber daya alam yang dianggap melimpah dan tidak akan pernah habis. Tetapi, pada kenyataannya terutama seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, banyak masyarakat kesulitan air dan beberapa daerah mengalami kekeringan. Kelangkaan air juga memicu berbagai konflik sosial, misalnya antara masyarakat dan sektor industri yang diakibatkan karena tidak meratanya distribusi air tawar. Beberapa peneliti mengungkapkan, bahwa bila pola konsumsi air saat ini tidak segera diubah menuju ke arah yang lebih berkelanjutan, kelangkaan air akan terus terjadi dan meluas di berbagai negara di seluruh dunia. Karena keadaan tersebut, beberapa konsep muncul sebagai respons akan masalah ini, salah satunya konsep Water Footprint (WF).
Water footprint (WF) adalah suatu konsep yang digunakan untuk melacak jumlah air yang dipergunakan oleh seseorang, suatu komunitas dan bisnis tertentu ataupun yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk. Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh Prof. A.Y. Hoekstra dari University of Twente pada tahun 2002 sebagai suatu indikator dari penggunaan air. Konsep WF ini meliputi dimensi waktu dan ruang yang berkaitan dengan kapan dan dimana air itu digunakan. Informasi dari water footprint suatu produk ataupun suatu komunitas akan membantu kita memahami bagaimana caranya mencapai keberlanjutan dan pemerataan dalam penggunaan sumber daya air tawar.
WF dari suatu produk mengindikasikan jumlah air yang terkandung di dalam produk tersebut, tidak terkandung dalam makna sebenarnya, tetapi secara virtual. Diartikan secara virtual karena menunjukkan total air yang digunakan pada seluruh proses produksi produk tersebut yang meliputi jumlah air hujan (green water footprint), air permukaan dan dalam tanah (blue waterfootprint) dan juga air yang diperlukan untuk mengolah limbah dari produk tersebut (grey waterfootprint). Sebagai contoh, untuk memproduksi sebuah kemeja katun, mulai dari proses penanaman kapas, pemanenan, penggilingan, pembuatan benang, dan seterusnya, water footprintnya adalah sebesar 2500 liter. Selain itu, beberapa contoh jumlah WF dari produk lainnya yang biasa kita konsumsi sehari-hari diantaranya adalah sebagai berikut:
WF dari produk-produk tersebut dihitung dengan menghitung jumlah air yang digunakan dalam seluruh proses produksinya. Dengan adanya penemuan hasil WF beberapa produk yang biasa kita konsumsi sehari-hari tersebut, kita juga dapat menghitung berapa sebenarnya WF kita dalam 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, ataupun 1 tahun. Selain itu, kita juga dapat menghitung total WF dari suatu provinsi dan suatu negara per kapita, bahkan kita dapat memperkirakan WF secara global dari semua negara di seluruh dunia.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa rata-rata jumlah WF dari seluruh manusia di dunia adalah 1240 m3 m3/kapita/tahun. Kenyataannya, beberapa negara mempunyai WF yang lebih tinggi dari WF rata-rata dunia, misalnya WF dari Amerika Serikat adalah 2480 m3/kapita/tahun, Iran sebesar 1624 m3/kapita/tahun) dan WF dari Indonesia adalah 1317 m3/kapita/tahun.
Berbagai variasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penduduk di Amerika memiliki WF yang tinggi ternyata karena penduduk di negara ini mengkonsumsi daging yang banyak (satu kilogram daging membutuhkan 16.000 liter air). Sedangkan kebanyakan penduduk Indonesia menggunakan konsumsi airnya kebanyakan untuk produksi produk-produk pertanian. Di sisi lain, Iran memiliki WF yang tinggi bukan karena hasil pertanian ataupun konsumsi daging yang tinggi melainkan karena faktor cuaca (evaporasi air yang tinggi) di negara ini, yang sangat berpengaruh dalam menentukan water footprint-nya.
Data-data mengenai WF dari setiap penduduk di berbagai negara ini memberikan gambaran bagaimana besarnya konsumsi air dari semua orang di seluruh dunia. Hal ini juga memberikan kesadaran kepada kita semua untuk mulai berpikir bagaimana caranya mengurangi konsumsi air kita, sehingga ikut berkontribusi dalam pemerataan penggunaan air di seluruh dunia.
Mengurangi water footprint dapat dilakukan melalui beberapa cara. Misalnya, untuk mengurangi WF dalam suatu proses produksi dapat dilakukan dengan mengadopsi teknik produksi yang membutuhkan air yang lebih sedikit dari setiap unit produksinya. Lalu, produktivitas air dalam praktik agrikultural juga dapat ditingkatkan dengan mengaplikasikan teknik yang lebih maju seperti rain water harvesting dan irigasi suplementer. Sementara itu, pengurangan water footprint dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan adalah mengubah pola konsumsi kita menjadi pola yang membutuhkan lebih sedikit air, misalnya dengan mengurangi konsumsi daging dan barang-barang tertentu yang ternyata membutuhkan banyak air dalam proses produksinya. Pendekatan yang lain bisa dilakukan adalah dengan adanya pemberian harga yang tepat terhadap barang-barang yang membutuhkan konsumsi air yang tinggi, peningkatan kesadaran (publikasi, dll), dan pemberian label atau produk atau pemberian insentif sehingga orang dapat mengubah pola konsumsinya.
Selain itu, pengurangan juga dapat dilakukan dengan memindahkan produksi dari daerah yang mempunyai tingkat produktivitas air yang rendah ke daerah yang memiliki tingkat produktivitas air yang tinggi sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air secara global. Cara seperti ini belum dilakukan secara luas seperti cara-cara sebelumnya, tetapi salah satu contoh adalah seperti yang sudah dilakukan adalah oleh negara Jordania yang mengeksternalisasi WF-nya dengan mengimpor produk gandum dan beras dari USA, karena negara ini mempunyai tingkat produktivitas air yang lebih tinggi daripada negara Jordania.
Water footprint saat ini telah berkembang menjadi alat analisis yang digunakan untuk mengarahkan perumusan kebijakan kearah isu-isu mengenai keamanan air dan penggunaan air yang berkelanjutan. Beberapa penelitian mengenai Water footprint (WF beras organik dan WF rami) di Indonesia juga telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa dari Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran. Semoga dengan berkembangnya konsep semacam ini, pemerataan penggunaan sumber daya air dapat terjadi dan masalah kelangkaan air dapat teratasi.
5 Februari 2012
–jovianiastari-
Seperti dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, 31 Maret 2011.