(Rangkuman diskusi kemisan, 25 Juni 2010)
Assalamualaikum wr.wb
Diskusi yang pada hari kamis kemarin dimulai dengan pencarian tema secara general ini akhirnya terpecah dengan pertanyaan awal mengenai:
Apa yang dimaksud dengan taqwa?
Seringkali kita mendengar arti dari bertaqwa kepada Allah, yaitu takut kepada Allah dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya. Kata Taqwa sendiri berasal dari kata takwa (التَّقْوَى) dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 21 dinyatakan bahwa:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”(QS. AL Baqarah [1]:21)
Allah Maha Besar, dan Allah tidak membutuhkan manusia-manusia untuk menyembahNya. Allah menurunkan ajaran-ajaran yang tertuang dalam kitab suci Al-Quran semata-mata ingin memberikan manfaat untuk manusia itu sendiri. Pada dasarnya, takwa dapat kita posisikan sebagai dua peran berdasarkan fungsinya, yaitu sebagai kata sifat dan kata kerja. Dalam surat di atas, taqwa dinyatakan sebagai kata sifat dimana dari perintah terhadap penyembahan kita kepada Maha Esa dan implementasinya dalam bentuk ibadah-ibadah yang kita lakukan ditujukan untuk agar kita menjadi manusia yang bertaqwa. Taqwa sendiri dapat diartikan sebagai kondisi dimana manusia itu dapat merasakan manfaat dari apa yang telah dilakukannya melalui ibadah.
Manfaat apakah sebenarnya yang dimaksud?
Manfaat tersebut dapat dimaksudkan sebagai kebahagiaan, keteraturan, keharmonisan, tergantung dari segi apa kita menganalisis manfaat tersebut. Misalnya ketentuan di Al-quran mengenai jual beli dapat kita analisis dari segi ekonominya dimana akan menguntungkan kedua pihak pembeli dan penjual. Dari firman Allah berikut kita dapat melihat manfaat yang kita dapat dari menghindari riba:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran [3]:130)
Contoh lainnya adalah manfaat yang kita dapatkan dari puasa adalah ketenangan jiwa, dan dari segi kesehatan sangatlah baik. Semua manfaat-manfaat yang telah disebutkan di atas adalah manfaat dari arti ketaqwaan yang kita representasikan. Tetapi pada dasarnya, target atau manfaat utama dari manfaat-manfaat tersebut adalah satu hal yaitu:
“ Terpeliharanya kehidupan manusia”
dok. Annisa Joviani Astari
Makna terpeliharanya kehidupan manusia tersebut dapat diturunkan menjadi manfaat-manfaat yang bisa kita artikan secara konkrit, misalnya seperti apa yang telah tertulis dalam beberapa firman Allah sebagai berikut:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran [3]: 133)
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf [7]:96)
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:2-3)
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:4)
“Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hadid [57]:28)
Setelah kita memaknai definisi manfaat dalam konteks ketaqwaan, dan bila kita menganalisis dari fenomena kehidupan yang terjadi pada saat ini, banyak hal yang menjadi pertanyaan dalam diri kita (misalnya saya pribadi), seperti mengapa banyak orang yang belum tentu percaya dan melakukan ibadah seperti kita seorang muslim yang tujuannya bertaqwa dalam mendapat manfaat dari apa yang telah Allah janjikan, contohnya banyak orang-orang di negara maju ternyata hidupnya senang-senang saja, makmur dan juga berlimpah? (wallahuallam, tidak bermaksud men-generalisir atau menjudge kaum tertentu, sementara menyadari diri sendiri masih banyak kekurangan)..
Orang yang menurut pendapat kita belum tentu beribadah tersebut ataupun misalkan kita sendiri, dimana seringkali mendapatkan semua hal yang dianggap kesenangan dan kebanyakan adalah sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan duniawi. Kekayaan, kedudukan tinggi, kecantikan, kesuksesan dalam berkarier, reputasi yang baik dan juga banyak hal lainnya. Tetapi, satu pertanyaan komparatif dari pertanyaan tersebut, tanpa beribadah dalam rangka mencapai ketaqwaan, apakah akan mendapatkan apa yang diinginkan dalam arti sebenarnya, pada akhirnya apakah akan mendapatkan “sesuatu” dalam arti nyata? Apakah akan mendapatkan “manfaat” dalam kehidupan itu sendiri?
Ternyata, bila kita melihat fakta-fakta tingkat bunuh diri yang tinggi, tingkat stress dan kekerasan, ternyata tidak ada nilai penting dari apa yang didapatkan dari semua itu, sehingga kita dapat mengajukan pertanyaan selanjutnya, apakah mereka bahagia dengan semua itu? Apakah mereka mendapat ketenangan dari semua itu? Apakah hidup mereka terpelihara, dalam arti kata mendapatkan semua keteraturan, ketentraman, kebahagiaan?
dok. Annisa Joviani Astari
Tidak ada yang lebih kekal daripada semua manfaat, daripada nikmat yang semata-mata berasal dari Allah SWT. Kehidupan dunia adalah kehidupan yang pada akhirnya ditujukan untuk kehidupan akhirat kelak, dan ketaatan manusia terhadap Allah dimana seharusnya sikap alamiah kita terbentuk untuk hal tersebut adalah hak Allah. Karena itu mengesakan Allah adalah salah satu setapak yang mengantarkan manusia menuju ketakwaan. Mengesakan dalam hal ini dimaknai dengan melakukan semua untuk Allah, dan mengorientasikan semua hal hanya untuk Allah pula. Pemisahan berbagai aspek dalam kehidupan, misalkan ilmu pengetahuan dan agama, adalah hal yang tidak sesuai dengan esensi pengesaan itu sendiri. Semua hal yang diorientasikan untuk Allah telah diatur dalam Al-qur’an dimana di dalamnya diajarkan sesuatu yang logis kepada manusia untuk bersikap logis.
Pengertian ibadah itu sendiri haruslah tidak terkungkung dalam ruang lingkup yang sempit, yaitu sholat, puasa,zakat, naik haji, dan lainnya. Ibadah itu sendiri haruslah diartikan sebagai segala bentuk yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari dengan orientasi untuk Allah yang akan mengusung kita kepada ketaqwaan. Seperti yang telah diuraikan di atas, ketaqwaan itu sendiri akan berdampak sangat positif kepada kita semua yang menjalankan ibadah tersebut. Insyaallah…
Maafkan apabila ada kesalahan dalam merangkum diskusi ini, keterbatasan berasal dari diri saya, dan kebenaran hanya berasal dari Allah SWT. Wallahu Alam Bishawab.
Wassalamualaikum wr.wb.
260610
-jovianiastari-