Seperti yang telah diceritakan sebelumnya pada Bagian 1 dari tulisan ini..sebetulnya, mengapa pembanding tersebut dapat mempengaruhi keputusan kita, dan bagaimana kita harus menghadapinya?
WHY?
Dan Ariely menjelaskan dalam bukunya tentang “behavioral economics”, dan ketiga contoh yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan relativitas. Selanjutnya, mari kita perhatikan gambar di bawah ini:
Seperti yang kita lihat dari gambar di atas, lingkaran bulat berwarna biru tua itu terlihat tidak sama ukurannya, bukan? Bila kita menempatkannya diantara lingkaran kecil, lingkaran biru tua ini akan terlihat besar, sedangkan bila kita menempatkannya diantara lingkaran besar, lingkaran biru tua ini akan terlihat sangat kecil.
Hal inilah yang menjelaskan segalanya!! bahwa kita selalu melihat sesuatu dengan pembanding diantara kita. Kita tidak dapat mencegahnya! Hal ini tidak hanya terjadi pada benda-benda fisik. Tetapi juga pada hal lain, misalnya pilihan mengenai liburan, pendidikan, dan sesuatu yang tiba-tiba seperti emosi, kelakuan, dan cara pandang. Kita selalu membandingkan pekerjaan kita dengan pekerjaan orang lain, liburan kita dengan orang lain, pasangan kita dengan pasangan orang lain, rumah kita dengan rumah orang lain.
HOW THEN?
Ternyata kita dapat mengontrol lingkaran yang ada di sekitar kita, memindahkannya agar berada diantara lingkaran-lingkaran yang lebih kecil yang dapat mem-BOOST kebahagiaan kita. Misalnya, bila kita berada di suatu acara reuni, dan berada diantara “Lingkaran Besar”, yang dengan santainya membicarakan mengenai tingginya gaji mereka, kita dapat menarik langkah dan berbicara dengan orang lain. Bila kita sedang memilih rumah atau mobil, kita dapat mengabaikan pilihan-pilihan yang berada jauh di atas kemampuan kita.
Selain itu kita juga dapat mengubah cara pandang yang sempit menjadi lebih luas, Misalnya ketika kita menemukan sebuah pensil yang unik seharga Rp. 25.000 rupiah, lalu kita ingat kalau kita pernah melihatnya di toko lain dan ternyata sedang diskon menjadi seharga Rp. 18.000, tetapi tokonya agak jauh, dan kita harus berjalan 15 menit untuk menuju kesana. Lalu apa yang terjadi? Kebanyakan orang akan memilih untuk berjalan 15 menit dan menghemat Rp. 7000,– untuk pensil tersebut.
Contoh yang kedua, adalah ketika kita berencana membeli satu buah gaun untuk acara pernikahan sahabat kita. Kita menemukan sebuah gaun putih cantik seharga Rp. 855.000, tetapi ada pelanggan lain yang berbisik, kalau di toko lain, baju tersebut sedang di-korting hingga harganya menjadi Rp. 848.000, dan tokonya hanya 15 menit dari sini. Apakah kita akan membeli di toko tersebut yang sedang men-diskon baju tersebut? Dalam banyak kejadian, kebanyakan akan mengatakan tidak.
Lalu apa yang terjadi disini?
Dua-duanya sama-sama akan menghemat Rp. 7000 bila kita berjalan lebih jauh 15 menit.
Tetapi mengapa kebanyakan orang akan melakukannya untuk sebuah pensil, tetapi tidak untuk gaun yang harganya mahal.
Inilah masalah dari RELATIVITAS!
Rp. 7000 dari sebuah pensil lebih kita perjuangkan, karena pembandingnya kecil. Sedangkan Rp. 7000 tidak terlalu masalah dikorbankan untuk gaun tersebut karena pembanding harganya besar (persis seperti teori lingkaran biru di atas).
Ketika kita membuat keputusan berdasarkan kepentingan relatif, dan membandingkannya dengan alternatif lainnya yang ada. Hal ini jugalah yang terjadi ketika kita harus menambah harga Rp. 1.000.000 dari total catering Rp. 30.000.000 dari suatu acara pesta pernikahan, tetapi di sisi lain orang akan berpikir lebih panjang ketika harus menambahkan Rp. 1000, dari semangkuk bakso seharga Rp. 5000.
Padahal apabila kita berpikir lebih jauh, kita dapat berpikir bahwa uang sebanyak 1 juta rupiah tersebut dapat kita manfaatkan untuk membeli salah satu alat elektronik setelah menikah nanti. Tetapi berpikir seperti ini sangatlah sulit, dan merupakan hal yang alami bila kita memberikan penilaian relatif terhadap sesuatu.
Ada satu cerita yang dapat kita contoh, yaitu ketika seorang pengusaha besar berusaha “memecahkan lingkaran besarnya” menuju lingkaran yang lebih kecil. Tentu saja pengusaha ini memiliki banyak uang dan mampu membeli mobil apa yang disukainya. Tetapi ketika dia memiliki mobil BMW seri terbaru. Dia kemudian menjualnya dan mengganti mobilnya dengan city car Jazz. Mengapa? Pengusaha ini lalu berkata, bila saya punya BMW, maka nanti di kemudian hari saya ingin menggantinya dengan Mercedes Benz tipe terbaru, lalu kemudian Ferrari, tidak akan pernah ada habisnya keinginan kita.
Dan inilah yang kita pelajari. Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak pula yang kita inginkan. Karena itu pada akhirnya kita juga lah yang harus memutus siklus tersebut.
(Semua tulisan ini adalah hasil pengungkapan kembali setelah membaca buku Predictably Irrational, The Hidden Forces that Shape Our Decisions, oleh Dan Ariely).
Semoga bermanfaat!
10/02/2011
-jovianiastari-